Pada
setiap negara multilingual, multirasial, dan multikultural, dalam menjamin kelangsungan
komunikasi kebangsaan perlu dilakukan suatu perencanaan bahasa yang tentunya
dimulai dengan kebijaksanaan bahasa. Multilingual adalah adanya dan
digunakannya banyak bahasa dengan berbagai ragamnya di dalam wilayah negara itu
secara berdampingan. Multirasial adalah terdapat etnis yang berbeda, yang
biasanya dapat dikenali dari ciri-ciri fisik tertentu atau dari bahasa dan
budaya yang melekat pada etnis tersebut. Multikultural adalah terdapatnya
berbagai budaya, adat istiadat, dan kebiasaan yang berbeda dari penduduk yang
mendiami negara tersebut. Seperti negara Indonesia, Malaysia, Filipina,
Singapura, dan India. Kebijaksanaan Bahasa merupakan usaha kenegaraan suatu
bangsa untuk menentukan dan menetapkan dengan tepat fungsi dan status bahasa
dan bahasa-bahasa yang ada di negara tersebut agar komunikasi kenegaraan dan
kebangsaan dapat berlangsung dengan baik. Selain memberi keputusan mengenai
status, kedudukan dan fungsi bahasa, kebijaksanaan bahasa harus pula memberi
pengarahan terhadap pengolahan materi bahasa itu yang biasa disebut korpus bahasa.
Keperluan
suatu bangsa atau negara untuk memiliki sebuah bahasa yang menjadi identitas
nasionalnya dan satu bahasa, atau lebih, yang menjadi bahasa resmi kenegaraan
tidak selalu bisa dipenuhi oleh bahasa atau bahasa-bahasa asli pribumi yang
dimiliki. Indonesia dapata memenuhi kebutuhan itu dari bahasa asli pribumi;
Filipina dapat memnuhi sebagian; sedangkan Somalia tidak sama sekali. Berkenaan
dengan itu, dalam perencanaan bahasa dikenal adanya negara tipe endoglasik, seperti Indonesia, Malaysia,
Thailand, Belgia, dan Republik Rakyat
Cina. Tipe eksoglasik-endoglasik,
seperti Filipina, India, Singapura, Tanzania, dan Ethiopia. Tipe eksoglasik, seperti Somalia, Haiti,
Senegal, Liberia, Mautirenia, Sudan, Papua Nugini, Nigeria, Ghana, dan Republik
Rakyat Kongo.
Perencanaan
bahasa merupakan kegiatan yang harus dilakukan setelah melakukan kebijaksanaan
bahasa. Atau dengan kata lain, perencanaan bahasa itu disusun berdasarkan
ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam kebijaksanaan bahasa. Istilah
perencanaan bahasa (language planning)
mengandung banyak istilah, seperti yang dikemukakan oleh Haugen (1959) bahwa
istilah perncanaan bahasa merupakan usaha untuk membimbing perkembangan bahasa
ke arah yang diinginkan oleh para perencana. Jamud dan Das Gupta (1971)
mengatakan perencanaan bahasa kegiatan politis dan administratif untuk
menyelesaikan persoalan bahasa di dalam masyarakat. Ray (1961, yang dikutip
Moeliono 1983) berpendapat bahwa perencanaan bahasa terbatas pada saran atau
rekomendasi yang aktif untuk mengatasi masalah pemakaian bahasa dengan cara
yang paling baik. Pakar lain, Neustupny (1970) dan Gorman (1973), serta Galvin
(1973) membedakan adanya dua macam perencanaan bahasa, yaitu (1) pemilihan
bahasa untuk maksud dan tujuan tertentu seperti utnuk bahasa kebangsaan dan
bahasa resmi, dan (2) pengembangan bahasa yang terutama bertujuan untuk
meningkatkan taraf keberaksaraan, dan juga usaha pembakuan bahasa.
Berhasil
atau tidaknya usaha perencanaan bahasa ini adalah masalah evaluasi. Evaluasi
terhadap bahasa sukar untuk dilakukan, sebab masalah-masalah dalam pembakuan
bahasa termasuk masalah yang kompleks, sukar dirumuskan, sukar dipecahkan, dan
tidak mengenal aturan berhenti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar