Pembicaraan mengenai alih kode biasanya
diikuti dengan pembicaraan mengenai campur kode. Kedua peristiwa yang lazim
terjadi dalam masyarakat yang bilingual ini mempunyai kesamaan yang besar,
sehingga seringkali sukar dibedakan. Kesamaan yang ada dalam alih kode dan
campur kode adalah digunakannya dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari
sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur. Banyak ragam pendapat mengenai beda
keduanya. Thelander (1976: 103) mengatakan bahwa di dalam suatu peristiwa tutur
terjadi peralihan sari suatu bahasa ke klausa bahasa lain, maka peristiwa yang
terjadi adalah alih kode. Namun apabila di dalam suatu peristiwa tutur,
klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase
campuran, dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi
sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode, bukan alih
kode.
Fasold (1984) mengatakan bahwa apabila
seseorang menggunakan satu kata atau frase dari satu bahasa, dia telah
melakukan campur kode. Namun apabila satu klausa jelas-jelas memiliki sturktur
gramatika asatu bahasa, dan klausa berikutnya disusun menutur struktur gramatika
bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode.
Dari kedua pendapat di atas tidak
terlalu salah jika banyak orang berpendapat bahwa campur kode itu dapat berupa
pencampuran serpihan kata, frase, dan klausa suatu bahasa di dalam bahasa lain
yang digunakan. Intinya, ada satu bahasa yang digunakan, tetapi di dalamnya
terdapat serpihan-serpihan dari bahasa lain. Tewaran Fasold (1984) yang sejalan
dengan pendapat Thelander (1976) tampaknya memang merupakan jalan terbaik
sampai saat ini untuk membicarakan peristiwa alih kode dan campur kode.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar