Sabtu, 06 April 2013

Bahasa dan Usia


        Usia adalah salah satu rintangan sosial yang membedakan kelompok-kelompok manusia. Kelompok manusia ini akan memungkinkan timbulnya dialek sosial yang sedikit banyak memberi warna tersendiri pada kelompok itu. Dialek sosial yang berdasarkan usia keadaannya berbeda. Ragam tutur anak-anak yang dimiliki oleh seorang anak akan ditinggalkan jika usiannya menginjak dewasa. Ragam tutur remaja akan ditinggalkan pemiliknya jika mereka menjadi tua. Yang relatif tetap ragam orang dewasa.
        Pada awal perkembangannya bahasa anak-anak mempunyai ciri antara lain adanya penyusutan (reduksi). Penyusutan bentuk tutur pada anak-anak sebagian besar menyangkut fungtor. Kata-kata yang tetap bertahan dalam tutur mereka, adalah kata-kata tergolong kontentif atau kata penuh, yaitu kata yang mempunyai makna sendiri jika berdiri sendiri. Ragam tutur anak-anak itu bersifat sementara, artinya akan ditinggalkan kalau usia makin bertambah menjadi remaja. Pada orang dewasa penyusutan dilakukan karena alasan ekonomi dan kepraktisan seperti yang ada pada pengiriman telegram, ragam nonbaku, dan pijin.
        Pada tutur anak usia SD, paling tidak ada dua kemungkinan yang bisa terjadi. Pertama, mereka diajarkan bahasa yang sebenarnya merupakan bahasa ibu mereka sendiri. Kedua, mereka diajari bahasa lain yang berbeda dengan bahasa ibu. Sedangkan tutur pada usia remaja apabila diliihat dari segi perkembangan, merupakan masa kehidupan manusia yang paling menarik dan mengesankan. Masa remaja mempunyai ciri antara lain petualangan, pengelompokan (klik), “kenakalan”. Ciri ini tercermin pula pada bahasa mereka.   Keinginan untuk membuat kelompok eksklusif menyebabkan mereka menciptakan bahasa “rahasia” yang hanya berlaku bagi kelompok mereka, atau kalau semua pemuda sudah tahu, bahasa ini tetap rahasia bagi kelompok anak-anak dan orang tua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar