Usia adalah salah satu rintangan sosial
yang membedakan kelompok-kelompok manusia. Kelompok manusia ini akan
memungkinkan timbulnya dialek sosial yang sedikit banyak memberi warna
tersendiri pada kelompok itu. Dialek sosial yang berdasarkan usia keadaannya
berbeda. Ragam tutur anak-anak yang dimiliki oleh seorang anak akan ditinggalkan
jika usiannya menginjak dewasa. Ragam tutur remaja akan ditinggalkan pemiliknya
jika mereka menjadi tua. Yang relatif tetap ragam orang dewasa.
Pada awal perkembangannya bahasa
anak-anak mempunyai ciri antara lain adanya penyusutan (reduksi). Penyusutan bentuk tutur pada anak-anak sebagian besar
menyangkut fungtor. Kata-kata yang tetap bertahan dalam tutur mereka, adalah
kata-kata tergolong kontentif atau kata penuh, yaitu kata yang mempunyai makna
sendiri jika berdiri sendiri. Ragam tutur anak-anak itu bersifat sementara,
artinya akan ditinggalkan kalau usia makin bertambah menjadi remaja. Pada orang
dewasa penyusutan dilakukan karena alasan ekonomi dan kepraktisan seperti yang
ada pada pengiriman telegram, ragam nonbaku, dan pijin.
Pada tutur anak usia SD, paling tidak
ada dua kemungkinan yang bisa terjadi. Pertama, mereka diajarkan bahasa yang
sebenarnya merupakan bahasa ibu mereka sendiri. Kedua, mereka diajari bahasa
lain yang berbeda dengan bahasa ibu. Sedangkan tutur pada usia remaja apabila
diliihat dari segi perkembangan, merupakan masa kehidupan manusia yang paling
menarik dan mengesankan. Masa remaja mempunyai ciri antara lain petualangan, pengelompokan
(klik), “kenakalan”. Ciri ini tercermin pula pada bahasa mereka. Keinginan untuk membuat kelompok eksklusif
menyebabkan mereka menciptakan bahasa “rahasia” yang hanya berlaku bagi
kelompok mereka, atau kalau semua pemuda sudah tahu, bahasa ini tetap rahasia
bagi kelompok anak-anak dan orang tua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar