Kebudayaan
merupakan segala hal yang manyangkut kehidupan manusia, termasuk aturan atau
hukum yang berlaku di masyarakat, hasil-hasil yang dibuat manusia, kebiasaan,
dan tradisi yang biasa dilakukan, dan termasuk juga alat interaksi atau
komunikasi yang digunakan, yakni bahasa dan alat-alat komunikasi nonverbal
lainnya.
Hubungan
bahasa dengan kebudayaan sangat erat dan saling mempengaruhi. Dalam hubungan
bahasa dan kebudayaan ada yang bersifat koordinatif dan subordinatif. Bersifat koordinatif
karena mempunyai kedudukannya sama tingginya. Sedangkan bersifat suborniatif
karena kedudukan bahasa di bawah kedudukan kebudayaan. Silzer (1990) mengatakan
bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua buah fenomena yang terikat, bagai dua
anak kembar siam, atau sekeping mata uang yang pada satu sisi berupa sistem
bahasa dan pada sistem yang lain berupa sistem budaya, maka apa yang tampak
dalam budaya akan tercermin dalam bahasa, atau juga sebalinknya.
Adanya
hubungan tindak berbahasa dengan sikap mental para penuturnya ada dibicarakan
oleh Koentjaraningrat. Menurut Koentjaraningrat (1990) buruknya kemampuan
berbahasa Indonesia sebagian besar orang Indonesia, termasuk kaum
intelektualnya adalah karena adanya sifat-sifat negatif yang melekat pada mental
sebagian besar orang Indonesia. sifat-sifat negatif itu adalah suka meremehkan
mutu, mental menerabas, tuna harga diri, menjauhi disiplin, enggan
bertanggungjawab, dan suka latah atau ikut-ikutan.
Masinambaow
(1984) mengatakan bahwa sistem bahasa mempunyai fungsi sebagai sarana
berlangsungnya interaksi manusia di dalam masyarakat, maka berarti di dalam
tindak laku berbahasa haruslah disertai norma-norma yang berlaku di dalam
budaya. Sistem tindak laku berbahasa menurut norma-norma budaya ini disebut etika
berbahasa atau tata cara berbahasa. Etika berbahasa ini erat dengan pemilihan
kode bahasa, norma-norma sosial, dan sistem budaya yang berlaku dalam sautu
masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar